“Saya kecewa dengan Si Fulan, kok ga seperti yang saya harapkan. Padahal saya sudah mati-matian dukung dia lho”
Bila kita cermati lebih mendalam petikan kalimat diatas, mungkin kerap kali kita temui, baik itu yang kita dengarkan langsung dari pihak luar atau bahkan dari diri kita sendiri. Rasa kecewa terkadang menggelayuti sendi sendi kehidupan yang kita jalani dan bisa dikatakan tidaklah mungkin dihilangkan dari diri kita semua.
Benarkah demikian?
Bisa benar, bisa juga kurang tepat.
Tentunya benar sekali bila memang diri kita selalu menambatkan segala keinginan atau harapan kita diserahkan kepada pihak yang sukar untuk dipercaya.
Bisa juga dimaknakan kurang tepat bila memang diri kita membebaskan diri kita dari mengharapkan sesuatu selain kepada yang patut dipercayai.
Sungguh sangat rumit dan perlu kecerdasan tersendiri memaknai arti kepercayaan bila memang diri kita sendiri masih terbayang-bayang rasa ingin dipenuhi segala kebutuhan.
Maka dari itu, marilah kita merdekakan diri kita dari mengharap segala sesuatu dimuka bumi ini. Cukuplah Tuhan menjadi satu satunya titik penghambaan dan pengharapan yang ada dalam hati kita.
Mas Rovianto
Wednesday, November 19, 2014
Gaji Guru Naik, Yakinkah Mutu Guru Naik?
20% untuk alokasi anggaran adalah sangat
tinggi bila sebelumnya untuk mendapatkan angka 5% saja sesuatu hal yang
sulit dicerna fikiran khalayak bangsa ini.
Demikianlah
alokasi pendidikan dinegeri ini yang sungguh sangat perlu disyukuri,
naik secara drastis bahkan bila dibanding departemen2 lainya yang justru
mengalami penurunan.
Efek domino dari kenaikan anggaran pendidikan ini pasti akan juga mengimbas kepada kesejahteraan bagian yang ada didalamnya termasuk Guru.
Pertanyaan yang perlu diperhatikan.
Efek domino dari kenaikan anggaran pendidikan ini pasti akan juga mengimbas kepada kesejahteraan bagian yang ada didalamnya termasuk Guru.
Pertanyaan yang perlu diperhatikan.
Mungkinkah kenaikan gaji guru juga
menaikan kualitas seorang guru dalam mengajar? ataukah hanya menaikan
gaya hidup. Yang serba kesusahan menjadi berlebihan harta. Bisa
dibayangkan untuk guru SD di daerah terpencil awalnya mendapatkan gaji 2
juta kotor (setelah dipotong sana-sini untuk bayar hutang bisa jadi
sampai ke keluarga tidak lebih dari 700 ribu rupiah). Mereka harus
membiayai dapur yang harus terus mengepul dan putra putrinya yang terus
ingin meraih pendidikan setinggi-tingginya (biar hidup lebih enak, ga seperti orang tuanya).
Jreeeeng….
Jreeeeng….
Tiba-tiba penghasilah bertambah 3 kali
lipat menjadi 6 Juta rupiah dan setelah dipotong sana sini tinggal 5
Jutaan. Sungguh sangat fantastis.
Perencanaanpun mulai di buat oleh
keluarga guru yang kaya mendadak tersebut, bukan sekedar membahas
masalah dapur, pendidikan. Namun ada pos2 perencanaan lainya yang tiba2
muncul dan semuanya berhubungan dengan Uang. Misalkan:
- Udara panas yang sudah biasa dinikmati tiba2 naik beribu-ribu derajat, sehingga nampaknya AC pun kayaknya sudah saatnya dibeli.
- TV hitam putih yang menemaninya dalam memberikan informasi tambahan untuk mengajarpun mulai perlu ada pembaharuan, muncul sebuah ide untuk mulai melirik toko elektronik di kota untuk membeli TV yang warna warni dengan alasan yang sungguh sangat berbeda dengan sebelumnya yaitu agar bisa menikmati tontonan sinetron.
- Jalan kaki dan terkadang mengayuh sepeda untuk bisa datang tepat waktu sebelum jam 7 pun mulai ditinggalkan, dengan penuh keceriaan tiap pagi bunyi sepeda motor sudah meramaikan rumahnya. Bahkan tidak jarang merelakan untuk terlambat 15 atau 30 menit hanya untuk membersihkan pelk ban yang kotor.
- Peralatan dapur yang tidak ada masalah sebelumnya menjadi bahan perbincangan dan bisa menimbulkan perseteruan antar anggota keluarga hanya karena: Nasi nya kok dingin banget, bagaimana bisa masuk ke perut? Sehingga muncul ide untuk membeli Rice Cooker yang sekaligus ada penghangatnya.
- Dinding kusam yang selama puluhan tahun menjadi pemandangan tersendiri disaat melepas lelah setelah membagikan Ilmu secara murahpun kini menjadi masalah. Bahkan sekarang menjadi perusak konsentrasi dan mengganggu kenyamanan. Sehingga ide untuk merenovasi rumah dan mengecatnya dengan cat berkualitas tinggi pun harus segera dilakukan, mengggunakan merk cat yang ada di TV gitu lhooo.
- Suasana rumah menjadi semakin ramai bukan hanya dari bunyi yang keluar dari pesawat TV ataupun radio tape recorder, namun saat ini ada bunyi2an baru yang keluar dari benda mungil yang merupakan sesuatu yang dalam mimpipun dulu kala diharamkan (tidak mungkin). Yang bikin menjadi mencengangkan ternyata bukan hanya satu sumber, ada lebih dari 3 sumber suara. Yah begitulah kondisi saat ini hampir semua anggota keluarga mempunya barang yang populer disebut handphone.
Demikianlah sedikit goncangan hebat yang
terjadi dipojok desa terpencil dan kemungkinan besar juga terjadi di
seluruh penjuru negeri ini. Goncangan hebat maha dahsyat bila dibanding
gempa, sebuah goncangan gaya hidup (life style) yang mulai melanda para
pendidik kita yang segera akan mulai melepas label yang disandang
puluhan tahun sebagai ” Pahlawan tanpa tanda jasa”
Kurangi Tuntutan ~ Perbanyak Karya
Gabungan kata diatas memang seharusnya
menjadi pedoman yang terpatri dalam diri seorang Da’i. Kekakuan memahami
dakwah akan membuat diri kita sendiri terjerumus dalam dakwah
imajinatif yang hasilnya juga imajinatif atau dengan kata lain hanya
sebatas berwacana , titik.
Dalam tahapan tuntutan memang sangat mengasyikkan.
Lihatlah demo-demo tuntutan terhadap sesuatu selalu ramai dihadiri oleh ribuan bahkan ratusan ribu pihak. Mereka menyuarakan unek2 yang ada dihati mereka, mereka mengumbar tudingan, tuduhan, tuntutan dan berbagai istilah lainya yang kerap dilakukan oleh anak kecil disaat keinginanya tidak terpenuhi.
Lihatlah demo-demo tuntutan terhadap sesuatu selalu ramai dihadiri oleh ribuan bahkan ratusan ribu pihak. Mereka menyuarakan unek2 yang ada dihati mereka, mereka mengumbar tudingan, tuduhan, tuntutan dan berbagai istilah lainya yang kerap dilakukan oleh anak kecil disaat keinginanya tidak terpenuhi.
Di sisi lain disaat tuntutan itu sendiri
menuntut diri kita untuk berkarya, kita malah berebut diri untuk menjauh
dari imbauan tersebut. Tidak sedikit dari kita semua menuntut sembako
diturunkan kepada pihak lain, namun disaat pihak lain juga menuntut
kepada kita apakah yang bisa kita lakukan. Apakah melempar tuntutan ke
pihak lainya juga, sedhingga amalan keseharian kita hanya sebagai
makelar tuntutan.
Apakah nilai – nilai dakwah hanya melahirkan generasi penuntut?
La…. sekali lagi tidak.
Nilai dakwah bahkan menuntut diri kita
semua untuk memperbanyak kerja nyata dan mengikis habis benih2 tuntutan
yang selama ini sering kita semai dalam diri kita. Nilai dakwah bukan
melahirkan sosok penuduh atau pemblok up kesalahan pihak lain, namun
jauh lebih dari itu semua. Nilai dakwah memberikan bukti nyata sebagai
tauladan dan menjadi referensi karya nyata yang kelak menjadi rujukan
pihak2 yang hampir saja menerima tuntutan kita.
Wallohu a’lam.
Subscribe to:
Posts (Atom)